Berawal dari bangkrutnya raksasa keuangan dari Amerika Serikat (AS) Lehman Brother karena macetnya kredit perumahan (subprime mortage), dan beberapa lembaga keuangan yang lainnya, ekonomi Amerika sedang mengalami “gempa” hebat, skala Richter tak mampu mengukurnya.
Keadaan itu kian diperparah dengan membengkaknya biaya invasi perang ke Irak dan Afghanistan, serta utang utang pemerintah yang terus bertambah dengan minus PDB negera adikuasa tersebut.
Keruntuhan masif pada harga perumahan di AS membawa dampak buruk bagi kelangsungan perekonomian negara itu. Pengangguran bertambah dan pendapatan riil menurun. Belum lagi keadaan diperparah dengan krisis pangan dan krisis energi dunia yang lebih dulu terjadi. Ini akan mengakibatkan bencana kemanusiaan di tengah kota-kota besar bahkan dunia. Pasalnya, Amerika adalah penguasa politik dan perekonomian dunia saat ini.
Kini krisis yang dialami negara super power itu sudah merebak ke negara-negara lain tak terkecuali Indonesia. Pemerintah AS telah mengucurkan paket dana bailout US$700 miliar untuk mengatasi krisis. Disusul dengan negara-negara lain yang juga mengeluarkan dana yang tidak sedikit pula untuk mengatasi krisis. Dan apakah yang lakukan pemerintah Indonesia?
Pemerintah Indonesia mulai mengambil tindakan guna menyelamatkan bangsa ini dari krisis yang berkepanjangan. Kucuran dana besar pun dikeluarkan pemerintah bagi BUMN untuk buy back (pembelian saham kembali). Pemerintah melalui pidato kenegaraan presiden SBY mengimbau rakyat dan para investor tidak panik dalam menghadapi situasi sekarang ini. Yang jadi pertanyaan justru siapakah yang sedang panik sekarang ini? Rakyat, pemerintah, kaum elite atau pemegang saham? Pasalnya krisis yang terjadi saat ini, di negara kita, efeknya lebih banyak dirasakan oleh pemilik modal bukan oleh rakyat yang notabene lebih banyak yang miskin.
Sekitar 15% dari 220 juta lebih warga negara Indonesia adalah penduduk yang miskin, tentu saja mereka tidak terpengaruh dengan krisis yang terjadi di pasar modal seperti saat ini. Karena mereka tak pernah tahu tentang bursa, saham, valuta dan permodalan. Justru pemegang modallah yang kebakaran jenggot dengan keadaan ini. Jadi secara sederhana imbauan agar tidak panik hanya ditujukan bagi para pemilik modal.
Imbauan agar tidak panik ternyata malah tidak dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah sendiri yang justru menjadi begitu sensitif dan mudah panik. Hal ini bisa dilihat dari keputusan untuk menutup Bursa Efek Indonesia (BEI) selama beberapa hari.
Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah dalam rangka menghadapi krisis global saat ini dirasakan belum memuaskan semua pihak. Pasalnya dalam mengambil kebijakan saat ini pemerintah terlihat lebih memihak pada salah satu pihak, dalam hal ini pemilik modal. Pemerintah seharusnya mengambil kebijakan yang benar-benar adil. Sektor riil tidak bisa dibiarkan saja, mengingat lebih banyak rakyat Indonesia bergelut di sektor riil daripada permodalan dan saham.
Kersama
Yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah memilih dan mengambil kebijakan yang benar untuk membuat sektor modal dan sektor riil di Indonesia saling bersinergi. Sinergi dua sektor ini sangat mutlak diperlukan dalam mengembangkan perekonomian negara. Selain itu pemerintah harus berusaha mengembangkan pasar domestik yang sangat besar ini.
Maka dari itu pemerintah harus mulai memikirkan bagaimana membangun elemen bangsa ini untuk saling bekerja sama dan saling menopang satu sama lain untuk membangun perekonomian Indonesia yang berkualitas. Temukan sinergi antara sektor riil dan sektor modal agar perekonomian negara terangkat. Persatuan dan kesatuan dalam sektor ini mutlak diperlukan.
Yang perlu dilakukan lagi oleh pemerintah adalah pembangunan mental bangsa yang kian hari kian terpuruk. Singkirkan mental destruktif yang tentunya dimulai dari para petinggi negara ini, hilangkan sikap korupsi, kolusi dan nepotisme yang dewasa ini telah mengarah ke hal Idiologi KKN. Parah memang kelakuan pejabat negri ini, tapi kita tidak boleh berpangku tangan saja, mari kita semua optimis seperti yang dikemukakan pidato presiden setelah rapat paripurna cabinet. Kerjasama antar provinsi dan lembaga perlu ditingkatkan di solidkan.
Persatuan dan kesatuan yang dari dulu melekat pada jati diri bangsa juga perlu daur ulang, diberdayakan kembali. Persatuan dalam bidang ekonomi dan persatuan antara rakyat dan pemerintahan harus dibangun lagi. Pemerintah dan rakyat harus mulai bersatu menghadapi permasalahan krisis ini agar tidak membahana di seluruh rongga tubuh Indonesia seperti akhir kisah Orba. Semoga…
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan mengisi komentar sesuai dengan isi artikel.