This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 24 Juli 2009

Stereotip Bunga rampai


Dipagi yang teramat pagi ini, ku membayangkan sebuah keindahan sebuah bunga yang sirna karena tak ada yang merawat. Menyirami di pagi hari, memandikan cahaya mentari pagi, dan mengembalikan di saat senja tenggelam. Bunga itu tak terawat hingga akhirnya mati dikerubuti lalat. Kasihan......


Bunga rampai di pinggir jalan
Keindahan yang telena di terpa pelintas
Haus akan kemegahan dunia
Lapar akan kenikmatan sesaat

Bunga itu telah lama mati
Keindahannya diserahkan pada pemulung
Haus akan kemenangan
Lapar akan waktu yang tersisa

Bilamanpun kau tersirami
Keindahanmu tetap musnah dan tampak
Layu di tengah kesuburannya
Tergelatak begitu saja di sampar sandal

Terseok diantara sejuta kesenangan
Kamuflase sebuah kebahagiaan
Mengikhlaskan semua demi kepuasan itu
Menendang nurani, menelanjangi budi pekerti

Sungguh sebuah kemalangan
Sungguh sebuah kekhilafan yang di sengaja
Sungguh sebuah fikiran sesaat
Sungguh sebuah kemenangan sesaat
Sungguh sebuah tindakan yang sia-sia

Kasihan orang yang menemu bunga itu
Kasihan orang yang merawat bunga itu
Kasihan orang yang meluangkan waktunya
Kasihan bilama orang itu tak pernah tau

Kebahagianmu telah terampas pengalamanmu

Bendera hitam, maha seni yang rusak....

Kebebasannya mengantarkan dia sampai ke tiang tinggi, dimana bendera hitam telah ia letakkan di sana.

Kegagahan bendera itu menyiratkan sebuah arti kematian batinnya, setiap orang yang bisa melihat dengan seksama tulisan yang tersemat di dalamanya akan bertindak dan berlaku kasar. Ini bukan sebuah kiasan atau sebuah ancaman, melainkan sebuah keharusan tindakan yang mesti dilakukan.

Kabut tebal turun perlahan diantara rindang pohon, suasana dinginnya menelusuri relung jiwa kosong ini. Sepoi angin pagi menggoyangkan dedaunan yang terekat kuat di ranting-ranting pohon pinus. Pagi ini aku berjaket tebal dan di dalamnya masih menggunakan kaos rangkap berwarna cokelat bermotif garis. Terasa hangat dan yang terasa hanyalah kesejukan di raga ini.

Mentari kelihatan malu untuk menampakkan tubuhnya yang seksi, pancaran kulitnya yang kuning, tersembul di antara awan dan kabut tipis, hanya mengintip dari baliknya. Semburat cahayanya menenangkan jiwa ku, pertanda pagi ini hujan tidak turun lagi. Kulihat bendera hitam itu berkibar kencang, bersorak-sorai jauh di atas sana, bermain bersama tiupan angin pagi yang dingin. Aku paham akan kedinginnya, aku melihat dengan seksama kesendiriannya di sana, dan itu adalah sebuah pertanda bahwasannya dia menginginkan turun dan berkumpul menghangatkan bandannya yang semalam terkerubut kabut air.

Bendera hitam, yah bendera hitam itu senantiasa mengingkari hatinya untuk berhenti berkibar, bergoyang dan bersorak-sorai. Kesendiriannya terlihat jelas diantara keramaian pasar tradisional. Berdiri tinggi, sangat tinggi dan tertinggi di antara yang lainnya. Pagi itu terlihat melintas seorang penjaga gedung mewah yang bercat putih, lebih tepatnya kuning gading, berjalan pelan menahan kantuk. Perlahan dia mendekat ke tiang dimana bendera hitam itu nangkreng di atas sana, dalam batin aku begumam "tak sopan kamu, lihatlah dibawah sini, ada orang tua dengan berselimutkan sarung kumal dan keletihan karna semalam menjaga kau dan yang lainnya."

Bendeara itu tak menghiraukan apa yang terjadi di bawah sana, apa yang diperbuat oleh orang2 di bawah sini, kau terus bernyanyi dan bersorak kegirangan bersama tiupan angin, seakan kau mencuri perhatian dengan ukuranmu yang besar dan panjang. Setiap orang yang melintas melihat sekilas ke arahmu, tak kau lihatkan, tak kau pahamkah selama ini banyak diantara pelintas itu memperhatikan dan mengagumimu. Ah... bendera ya tetap bendera tak menghiraukan apapun yang ada dan terjadi di depannya, kau tetap saja bergoyang dan melambai seakan menggoda setiap orang yang dapat tergoda.

Ketakutanku selama ini, kesedihanku selama ini, kenapa harus bendera hitam yang ada di ujung sana, kenapa tidak kau kibarkan saja bendera sang saka merah putih, kenapa tidak kau kibarkan saja bendera partai yang beraneka warna dan berdesain indah. Kenapa kau kibarkan benderah hitam yang menghiasi taman dan gedung indahmu itu. Semua itu karena kebiasaan ataukah memang kesalahan kau memilih warna, apakah tidak kau ketahui sekian banyak orang yang melintas tau bahwa itu adalah lambang dari kejelekan, lambang kebusukan dan lambang dari hal2 yang tidak disukai oleh orang yang normal.

Bendera hitam terus bergoyang menantang alam, hingga suatu ketika ujunnya mulai rapuh dimakan masa, ujungnya mulai sobek dimakan sinar mentari dan tiupan angin yang kencang, ujungnya mulai hancur dimakan usianya. Dirimu akan musnah tanpa sisa dan yang terasa hanyalah penyesalan, bendera hitam telah hilang musnah. Kucoba mendekatimu, kucoba merayumu untuk turun dengan seabrek aktifitas yang tak kau sadari merusak dirimu sendiri, kucoba menarik tali yang mengikat erat aktifitasmu, perlahan kudekati tiang itu, melepaskan tali erat yang terikat di tempatnya.

Kebaikanku mengantarkan aku sampai sejauh ini, menurunkanmu, mengusapmu, menenangkanmu, dan pada akhirnya aku mengusap dan memperbaikimu, walapun aku belum yakin apa yang aku lakukan ini akan mempertahankan tubuhmu. Aku hanya mencoba untuk melakukan sebuah penyelamatan kehancuran yang ada di depanmu. Terus kucoba melipatmu menggunakan kedua tanganku, kasian melihat tubuhmu yang telah rusak, pecah, sobek, dan sebaian telah menjadi rapuh karena keasyikanmu selama di atas sana.

Selama aku memeganggu kuberikan sebuah perbaikan sana-sini, kijahit sobekan itu, ke tambal bolongan itu, dan ku cuci walaupun tidak mengembalikan kebentuk awalmu. Terus kucoba memperbaikimu, entah sampai kapan ini akan berlangsung, selama masih di pegangan tanganku kupastikan terawat dan terlindungi.

Bendera hitam, air matamu menetes pelan kebawah, sekan menyiratkan keinginanmu terus bersamaku, terus berada dalam genggaman tanganku dan tersirat keinginan dibuatkan sebuah kotak tempat menyimpanmu. Tapi aku tak punya cukup waktu dan cukup uang untuk membuat semua itu, bukannya aku tak mau, aku tak ingin memilikimu, aku hanya ingin membantumu menjadikan sebuah bendera yang terlihat rapih, aku telah mencoba tapi kamu bukan milikku, jadi aku tam mau memilikimu juga, aku hanya ingin membantu merawatmu, membenahimu karena selama ini tidak ada orang yang memperdulikanmu. Mereka hanya memandangmu tanpa memberikan sebuah sentuhan yang nyata kepada tubuh indahmu.

Aku telah berusaha dan mencoba memperbaikimu, aku tak bisa memilikimu, dan aku juga tak mau memilikimu, semoga tindakanku ini bisa membantumu, bertahan menjadi bendera hitam yang memiliki asa, dan semoga dikemudian hari kamu menemukan orang yang benar2 mau merawatmu, menyimpanmu dalam kotak mewah seperti yang kau inginkan. Bendera hitam sebuah kekuatan yang jika salah menempatkan akan berubah menjadi tanda kebejatan, dan yang jika benar dalam menempatkan kamu akan menjadi sebuah produk seni yang mengagumkan. Kebaikan itu ada di pribadi kamu, selama kamu mau dan berusaha menemukan tempat itu, kebahagiaan akan tersemat di dirimu, aku yakin akan hal itu.

Bendera hitam, semoga kebersamaan yang singkat ini menjadikan pelajaran, dan kau selalu ingat dan menjaga perawatanku yang hanya sedikit itu. Semoga...............!!!