This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 16 September 2009

A Historical Glimpse

The first known hominid inhabitant of Indonesia was the so-called "Java Man", or Homo erectus, who lived here half a million years ago. Some 60,000 years ago, the ancestors of the present-day Papuans move eastward through these islands, eventually reaching New Guinea and Australia some 30-40,000 years ago.

Much later, in about the fourth millennium B.C., they were followed by the ancestors of the modern-day Malays, Javanese and other Malayo-Polynesian groups who now make up the bulk of Indonesia's population.

Trade contracts with India, China and the mainland of Southeast Asia brought outside cultural and religious influences to Indonesia. One of the first Indianized empires, known to us now as Sriwijaya, was located on the coast of Sumatra around the strategic straits of Malacca, serving as the hub of a trading network that reached to many parts of the archipelago more than a thousand years ago.

On neighboring Java, large kingdoms of the interior of the island erected scores of exquisite of religious monuments, such as Borobudur, the largest Buddhist monument in the world. The last and most powerful of these early Hindu-Javanese kingdoms, the 14th century Majapahit Empire, once controlled and influenced much of what is now known as Indonesia, maintaining contacts with trading outposts as far away as the west coast of Papua New Guinea.

Indian Muslim traders began spreading Islam in Indonesia in the eighth and ninth centuries. By the time Marco Polo visited North Sumatra at the end of the 13th century, the first Islamic states were already established there. Soon afterwards, rulers on Java's north coast adopted the new creed and conquered the Hindu-based Majapahit Empire in the Javanese hinterland. The faith gradually spread throughout archipelago, and Indonesia is today the world's largest Islamic nation.

Indonesia's abundant spices first brought Portuguese merchants to the key trading port of Malacca in 1511. Prized for their flavor, spices such as cloves, nutmeg and mace were also believed to cure everything from the plague to venereal disease, and were literally worth their weight in gold. The Dutch eventually wrested control of the spice trade from Portuguese, and the tenacious Dutch East India Company (known by initials VOC) established a spice monopoly which lasted well into the 18th century. During the 19th century, the Dutch began sugar and coffee cultivation on Java, which was soon providing three-fourths of the world supply of coffee.

By the turn of the 20th century, nationalist stirring, brought about by nearly three centuries of oppressive colonial rule, began to challenge the Dutch presence in Indonesia. A four-year guerilla war led by nationalists against the Dutch on Java after World War II, along with successful diplomatic maneuverings abroad, helped bring about independence. The Republic of Indonesia, officially proclaimed on August 17th, 1945, gained sovereignty four years later.

During the first two decades of independence, the republic was dominated by the charismatic figure of Sukarno, one of the early nationalists who had been imprisoned by the Dutch. General (ret.) Soeharto eased Sukarno from power in 1967. Indonesia's economy was sustained throughout the 1970's, almost exclusively by oil export.

The Asian financial crisis, which broke out in mid-1997, paralyzed the Indonesian economy with the rupiah losing 80% of its value against the US dollar at the peak of the turmoil.

On May 21, 1998, Soeharto resigned after 32 years in power and was replaced by B.J. Habibie following bloody violence and riots. Indonesia held its first democratic election in October 1999, which put Abdurrahman 'Gus Dur' Wahid in the role of president. At 2001 fourth president is Megawati Soekarno Putri, 2004-2009 is Susilo Bambang Yudhoyono be 5th presiden. General Electrical he be president again until 2014.

Selasa, 15 September 2009

Osama ancam Barack Obama

Pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden, kembali tampil dalam publikasi terbaru rekaman video pernyataannya. Kali ini dia mengancam pemerintahan Presiden AS Barack Obama yang berhubungan erat dengan pemerintah Israel.

Dalam pesan video yang ditayangkan melalui sebuah situs internet yang selama ini dikenal sering menjadi media untuk mempublikasikan pesannya itu, Senin (14/9), Osama menyerukan rakyat Amerika agar membebaskan diri dari ketakutan dan terorisme ideologi kelompok berhaluan neo-konservatif dan kelompok lobi Israel. ”Alasan pertentangan kita adalah dukungan kalian terhadap sekutu kalian, Israel, yang menguasai tanah kami di Palestina,” tegas Osama dalam pesan sepanjang 11 menit bertajuk Pernyataan untuk Rakyat Amerika itu.

Pesan ini muncul hanya beberapa waktu setelah berlangsungnya peringatan sewindu terjadinya tragedi serangan 11 September 2001. Sebelum ini Osama kali terakhir merilis pernyataan Juni lalu menjelang pidato Presiden Obama di Kairo, Mesir. Pidato Obama kala itu dinilai monumental karena isinya menegaskan upaya merangkul masyarakat muslim.

Segelintir orang
Osama dalam pesan itu menyebut pula bahwa selama ini belum ada perubahan dalam kebijakan politik Amerika karena Presiden Obama masih mempertahankan orang dari pemerintahan Presiden George W Bush seperti Menteri Pertahanan Robert Gates. ”Kalau kalian sadar, kalian bakal tahu kalau Gedung Putih sebenarnya dikuasai segelintir kelompok yang berkepentingan,” katanya. ”Bukannya berjuang untuk membebaskan Irak seperti yang biasa disebut Bush, mereka (Gedung Putih) seharusnya membebaskan diri mereka sendiri,” imbuhnya.

Osama juga berkomentar soal kegiatan pasukan AS di Afghanistan yang berupaya mendukung pemerintah negeri itu membasmi aktivitas kelompok Taliban yang dianggap menjadi sekutu utama Al Qaeda, serta dukungan AS terhadap Pakistan yang juga tengah berupaya keras menggulung berbagai kelompok militan yang bermarkas di wilayahnya.
”Jika kalian menghentikan perang, itu bagus. Tapi jika tidak kami tak punya pilihan selain melanjutkan perang mati-matian di semua front. Jika kalian mencari selamat dan menghentikan perang seperti yang diharapkan dalam berbagai jajak pendapat, kami siap menanggapinya,” tegas pernyataan itu. ”Kalian hanya ganti wajah di Gedung Putih,” sebut Osama, merujuk pada Obama yang tahun ini menggantikan Bush. ”Obama itu lemah, dia takkan bisa menghentikan peperangan,” tukasnya.

Senin, 14 September 2009

Aksi penyelamatan lingkungan di perkantoran

Krisis Lingkungan semakin hari semakin tambah parah mulai dari pencemaran dan Kerusakan Lingkungan yang berdampak global seperti Jebolnya Lapisan Ozon, perubahan iklim dan hujan asam (mengakibatkan dampak buruk bagi kelangsungan hidup manusia). Maupun dampak regional dan lokal seperti Pencemaran air, udara, Pembabatan hutan, banjir dan sampah, tanah longsor, erosi.

Dampak dari pencemaran dan kerusakan Lingkungan dapat mengganggu kelestarian ekosistem, seperti : Bumi makin panas, mata air mengecil / mati dan masih banyak lagi dampak terhadap kesehatan seperti : meningkatnya penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas), diare dan muntaber.

Untuk mengerem laju Pencemaran dan kerusakan lingkungan bukan hanya mengandalkan peran Pemerintah, Proyek LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Lingkungan seperti Green Peace, pencinta lingkungan maupun Organisasi Non Politik, tapi sebenarnya banyak cara yang dapat kita lakukan untuk mengerem laju kerusakan maupun pencemaran lingkungan saat kita di kantor. Berikut ini tips sederhana untuk yang dapat kita lakukan di Kantor untuk mengurangi laju pencemaran dan kerusakan lingkungan antara lain :

  1. Bila kita menggunakan kertas untuk foto copy gunakanlah secara bolak-balik (dua sisi). Gunakan kertas bekas untuk membuat draft konsep surat. Setelah kedua sisi kertas terpakai kumpulkan berikan ke pemulung atau dapat kita jual. Ingat semakin banyak kertas yang kita konsumsi, berarti semakin banyak pohon yang harus ditebang (bahan baku kertas berasal dari pohon) , semakin banyak air yang dikonsumsi pabrik Kertas dan semakin banyak limbah yang dihasilkan dan diolah.
  2. Bila kita menggunakan kamar kecil, jangan lupa mematikan air setelah kita pakai. Laporkan kepada petugas ke rumah tanggaan bila menjumpai kran air yang bocor / rusak / air terus menetes dan mengucur. Laporkan juga bila air buangan di kamar mandi macet / buntu. Ingat semakin banyak air terbuang percuma berarti kita turut memboroskan sumber daya alam, padahal dibeberapa daerah kesulitan untuk mendapatkan air bersih.
  3. Bila kita istirahat pada siang hari, pastikan sebelum meninggalkan ruangan aliran listrik untuk lampu, komputer, dan AC dimatikan. Tahukah anda semakin kita menghemat listrik berarti kita menghemat biaya yang terbuang secara sia-sia. Disamping itu juga menghemat sumber daya alam yang digunakan untuk pembangkit tenaga listrik.
  4. Biasakanlah membuang sampah pada tempatnya, sebaiknya anda tidak membuang sampah dengan jalan dilempar diluar jendela atau membuang puntung rokok dan bungkus permen kedalam pot, lubang WC atau selokan, yang menyebabkan lingkungan menjadi kumuh, kotor dan selokan menjadi tersumbat dan dapat mengakibatkan banjir.
  5. Di kantor biasanya tanaman yang ada dalam pot banyak kekeringan dan sebagai tempat sampah dari puntung rokok. Oleh karena itu rawatlah, bersihkan dari puntuk rokok dan selalu menyiram air supaya tumbuh dengan baik. Tahukah anda tanaman dapat mengahasilkan gas oksigen melalui proses fotosintesi yang sangat kita butuhkan untuk memperpanjang nafas kehidupan masyarakat.

Apabila aksi-aksi kecil dan sederhana ini dilakukan secara serentak seluruh perkantoran swasta maupun pemerintah efek yang ditimbulkan akan luar biasa guna penyelamatan lingkungan atau paling tidak untuk mengerem laju kerusakan lingkungan.itu berarti kita juga turut peduli untuk menyelamatkan lingkungan dari ambang kehancuran dan kerusakan, Selamatkan Lingkungan Sekarang Juga !!!

Membuat Random Post

Random Posts adalah sebuah list judul postingan atau artikel ditampilkan secara acak pada blog. Default post pada blog biasanya hanya menampilkan recent posts atau artikel terakhir, hal itu kurang efektif dikarenakan recent posts hanya menampilkan postingan terkahir diatur sesui dengan tampilan pada widget.
Sedangkan random posts menampilkan postingan kita secara acak, bahkan postingan yang sudah lama bisa tampil dalam daftar random posts.

Cara membuatnya random post
  1. Login ke account blogger anda
  2. Kemudian klik Tata letak/Layout page
  3. Tuju Elemen Halaman/page element
  4. Klik Gadget/Add Gadget
  5. Pilih yang HTML / Javascript.
  6. Kemudian masukkan kode script berikut ini :

  7. Pada baris terakhir ada tulisan namablog.blogspot.com silahkan di ganti dengan alamat blog Anda. dan num=10 itu adalah jumlah daftar tampilan.

Semoga dapat membantu.

Sabtu, 12 September 2009

Earth hour 2010

Selama 60 menit, kita Padamkan lampu tuk nyalakan masa depan... apa itu Earth Hour?

Earth Hour adalah sebuah acara internasional tahunan yang diadakan oleh WWF (World Wide Fund for Nature/World Wildlife Fund) yang diselenggarakan tiap Sabtu terakhir bulan Maret dengan meminta partisipasi masyarakat dunia untuk memadamkan lampu dan peralatan listrik yang tidak diperlukan selama 1 jam (60 menit) baik di rumah, perkantoran, ataupun fasilitas lain untuk memunculkan kesadaran atas butuhnya tindakan menghadapi perubahan iklim.

catatan yang didapat yaitu :

- Mengurangi emisi sekitar 284 ton CO2
- Menyelamatkan lebih dari 284 pohon
- Menghasilkan O2 untuk lebih dari 568 orang
- Mengurangi beban biaya listrik Jakarta sekitar Rp 200 juta
- Efisiensi 300MW, daya segini cukup untuk mengistirahatkan 1 pembangkit listrik

Kegiatan Earth Hour untuk mengurangi efek pemanasan global, Earth Hour 210 mentarget 1 miliar penduduk akan mematikan lampu selama 60 menit. Untuk dukung Earth Hour 2010 pada Sabtu (27/3) pukul 20.00 – 21.00 WIB kita Padamkan lampu 60 menit tuk nyalakan masa depan...

Untuk satu kota saja efeknya lumayan apalagi kalau diadakan di seluruh Indonesia. Menyelamatkan bumi tidak selalu harus dengan hal-hal yang besar atau yang belum sanggup kita lakukan tapi cukup dengan hal kecil seperti ini. Mari Kita Dukung !

Jumat, 11 September 2009

Satu inti

Kemarin pagi saya melihat seorang tua berjalan tertatih di tengah dinginnya pagi. Melangkah pelan di jalanan yang berbatu, sesekali dia melihat ke kiri dan kekanan kadang menengok ke belakang. Dia mengingatkanku akan masa depan yang seperti itu. Setiap langkah begitu berarti bagi dia, tak mampu menopang semua beban tubuh , tongkat kayu bengkok berwarna cokelat selalu menemani dimanapun dan kapanpun, bisa dibilang itu sudah menjadi kebutuhan primer dia saat ini.

Selang beberapa hari kusempatkan diri ini menelusuri dinginnya pagi di akhir pekan bulan Juli. Terlihat disana seorang tua yang duduk di atas kursi roda yang mengkilap, di belakangnya seorang gadis muda berpakaian serba putih perlahan mendorong kursi roda itu. Tanpa takut akan sesuatu sang tua tadi menikmati suasana pagi itu. Duduk tenang dan nyaman di antara lalu lalang orang yang berlarian di pagi itu. Pertanyaan besar yang bermain di pikiranku, kenyamanan dia tak berbanding lurus dengan ekspresi wajahna, ada apa gerangan?. Putaran rodanya mengantarkan dia sampai matahari telah bertengger 35 derajat sebelah timur. Kulihat lengan tangan ini, jarum jam ini mengarah ke angka 9 dan 11, saatnya pulang gumamku dalam hati.

Esok paginya saya mengayug pedal sepedaku mengarungi jalanan pegunungan yang menanjak, ku melihat seorang muda yang mengenakan stelan jas necis lengkap dengan aksesorisnya, menenteng tas jinjing, membuka pintu mobil keluaran terbaru, di samping rumahnya ada lagi seorang muda yang menggunakan pakanain seadanya, jeans kumal penuh dengan noda hitam di sana-sini, dan topi yang ada menempel di kepalanya itu menandakan sudah laik buang. Perlahan dan terus aku kayuh laju sepeda ini sampai di depan kerumunan banyak orang dengan masing-masing aktifitasnya. Ada yang berdiri dan berteriak teriak mencari penumpang, ada yang mengenakan rompi oranye, ada yang memegangi sayuran, ada yang menata koran, ada yang membersihkan peralatan elektronik dan masih banyak aktifitas lainnya.

Terus kuberjalan sambil mengamati keadaan, hingga kaki ini terasa lelah dan kuputuskan untuk beristirahat sejenak melepas lelah. Kusandarkan tubuh ini di sebuah kursi kecil yang terdapat di depan sebuah bangunan kantor, din din... suara klakson mobil itu meraung menandakan pak satpam harus menunaikan tugasnya.... kkkkreeetttt suara pintu terbuka dan mobil itu masuk dengan perlahan hingga tak terlihat lagi. Selang beberapa detik kemudia banyak gerombolan manusia yang mengenakan seragam coklat keputihan masuk dengan bermacam kendaraan, sikut sana, sikut sini, tendang sana, tendang sini, hanya untuk mengindari pukul tujuh. Seperti kumpulan ayam yang disebari makanan.

Perlahan ku berfikir dan memandang jauh kehijauan pepohonan yang tertata apik di lereng-lereng pegunungan yang terlihat asri, terhanyut aku akan suasana pagi ini, begitu banyaknya orang yang bergerak tak satupun yang sama.

Ada yang berperan menjadi bos, bengkel, pedagang, calo bus, pegawai pemerintahan, seorang tua yang masih aktif mempertahankan hidupnya, seorang renta yang menikmati hartanya. Dan aku sendiri berperan menjadi apa, aku tak bisa menjawabnya. Mereka semua bisa diumpamakan seperti minuman hangat yang terdapat di dalam gelas lengkap dengan tutupnya. Ada yang seperti kopi, susu, air putih, Vodka, Jahe, Teh, air putih biasa, lengkap dengan tetek bengek pengikut kenikmatannya. dan ketika satu persatu ku buka tutup gelas tersebut, terdapat kumpulan air putih yang melekat di tutup itu, ku buka lagi gelas yang berisi kopi, oh......... di tutupnya juga sama hanya air putih yang berkumpul, kubuka gelas yang berisi susu, oh...... di tutupnya juga sama hanya air putih yang berkumpul, kubuka gelas yang berisi vodaka, oh...... di tutupnya juga sama hanya air putih yang berkumpul, begitu seterusnya hingga gelas terkhir yang hanya berisi air putih netral, dan ternyata oh...... di tutupnya juga sama hanya air putih saja yang berkumpul.

Ternyata manusia itu hanya satu.....

Kisah juragan Darso

Pagi itu Sagi bocah kecil yang tak lulus Sekolah Dasar menggembalakan sapi-sapinya di tanah lapang ujung desa, udara pagi, rerumputan masih tertempel air embun membuat sapi-sapi itu melahap penuh semangat.

ada Limousin, brahma, metal dan beberapa sapi perah. Seperti menjadi aturan baku diatara mereka, Semua tertib tanpa mengganggu satu sama lain. Protein kabohidrat dan mineral yang terkandung dalam rumput serta air embun tuk selekasnya mengisi full tank perut mereka.

Bulatan matahari malu-malu menampakkan diri, berselimut dibalik awan, semeridik angin menambah dinginnya suasana pagi di lereng merbabu. Hari ini tanggal 15 bulan Ruwah dalam penanggalan jawa bertepatan dengan upacara tradisi sadranan di desa saya. Para ibu sibuk dengan peralatan dapurnya, bapak-bapak dan pemuda sibuk dengan kerja bakti membersihkan lingkungannya. Ya... hari ini akan diadakan bancakan di rumah bapak RT sebagai bentuk puji syukur atas nikmat dan karunia rejeki Tuhan, yang telah memberikan kesejahteraan masyarakat.

Mayoritas penduduk adalah petani dan peternak, ada juga pak buru, saudagar, tuan tanah dan yang pasti juragan Darso bos usaha penyembelihan sapi. Bulan ini, Ruwah, merupakan bulan yang sangat sibuk buat pak Darso bersama stakeholdernya, dikarenakan bulan ini adalah bulan yang tepat dimana kebutuhan akan daging pada bulan Puasa dan Syawal akan meningkat tajam, stok daging sapi haruslah lebih banyak dibanding bulan-bulan lainnya. Ruwah ini dan mungkin Ruwah-ruwah tahun yang akan datang merupakan berkah dan rejeki yang sangat sempurna bagi Pak Darso, bagaimana tidak? bersamaan dengan tahun ajaran baru harga sapi dan binatang ternak lainnya akan mengalami ekskalasi penurunan harga. Dan itu adalah berkah baginya.

******/***********/***********

Hilir mudik truk dan mobil bak terbuka pagi buta meraung-raung di halaman rumah pak Darso yang memang memiliki ukuran yang sangat luas. ”gluduk, gluduk, brugh..........” suara kaki-kaki sapi diturunkan dari mobil. Satu persatu sapi diturunkan, giliran mereka dikandangkan di belakang rumah pak darso yang mewah. Mardi, karyawan senior bertanggungjawab selama agenda ”ruwahan” ini mengeluh tentang goal yang dicanangkan pak Darso.

”Kenapa tiap tahun kita harus menganiaya sapi-sapi itu, dan selalu bertambah banyak” keluh Mardi kepada Ji’un, teman kerja bertugas sebagai penyembelih sapi. ”heffffffffffffffmmmmmm,,,,,” nafas panjang Ji’un menyanyi diantara gumaman sapi-sapi yang sebentar lagi akan menemui akhir hayatnya. ”ini adalah ladang kita, tempat dimana kita bisa menghidupi anak isteri kita, dimana lagi selain disini di...” ucap Ji’un di ikuti anggukan kepala Mardi menandakan kesetejuaannya.

Hari terus berganti tak terasa tanggalan di pojok kandang itu menunjukkan angka 27 bulan Agustu dan itu pertanda bulan puasa kurang 2 hari lagi.
”Di, ’Un.... awal puasa kita mulai penyembelihan, persiapkan semua keperluannya” sergah Pak Darso membuyarkan lamunan mereka ”inventaris semua kebutuhan dan beli ke toko Pak Dahlan bilamana ada perlengkapan yang belum ada.” Setalah titah itu terucap mereka mempersiapkan semua kebutuhan, ada selang, ada torong besar, puluhan ember dan pastinya 10 bak besar di belakang kandang itu harus penuh isi dengan air.

Malam hari H penyembelihan, Ji’un dan Mardi mengadakan rapat kecil bersama tim suksesnya. Ada 10 orang warga kampung dan beberapa kolega membahas tentang rencana penyembelihan itu. Rapat telah usai, mereka bergegas pulang dan menyiapkan tenaga buat besok.

Kokok ayam pagi memanggil Mardi tuk segera bangun. sinar mentari pagi menerobos masuk melewati lubang-lubang diding rumah Mardi yang masih terbuat dari gedek bambu, itu menandakan Mardi secepatnya datang ke ”pabrik” daging sapi pak Darso, langkah cepat mengiringi Mardi, tak sampai sepuluh menit sapaan Ji’un menggema
”pagi mas Mardi....”
”pagi, gimana semua sudah menampati posnya masing-masing?” selorohnya, ”semua sudah siap sedia ndan, 86...” gaya Ji’un laksana polisi yang berpangkat Bripka.

******/***********/***********

Satu persatu sapi-sapi itu dipersiapkan di tempatnya, Limousin, metal, brahma dan beberapa sapi putih Jawa lainnya. Masih ingat anak penggembala tadi? Sagi, ya Sagi anak kecil duduk termenung di pojok kandang, kedua bola mata anak itu bebinar melihat tingkah polah orang2 dewasa itu. Selang berukuran 1,5 inchi dimasukkan paksa ke mulut-mulut sapi itu, ”ghrrrreeeehhh..... mooooooghhhhhhhhhh...” ronta sapi, satu persatu selang terpasang di congor sapi, air mulai mengalir dengan derasnya dari bak penampungan air belakang kandang. Mardi, Ji’un dan bebarapa koleganya duduk sambil mengisap tokok tingwe, canda mereka melukai hati Sagi, tawa mereka melukai sapi-sapi dan tawa mereka membawa keuntungan yang berlipat bagi pak Darso, bos mereka.

Tenaga sapi-sapi yang kering gering itu tak kuasa melepaskan ikatan dadung yang mengikat kuat keempat kaki dan tubuhnya, ronta mereka menambah deras laju air masuk kedalam lambungnya, sesekali mereka memuntahkan, menolak air yang masuk kedalam mulutnya, untung tak diraih malang tak dapat ditolak, mereka pasrah dengan apa yang dilakukan oleh manusia-manusia itu, jikalau mereka dapat bicara mungkin sudah menelepon 911 ”may day... may day... may day... penganiayaan terjadi di sini....” tapi suara mereka hanya erangan dan meronta menghabiskan sisa tenaga tuk melepaskan diri. Sudah 2 jam tali temali itu mengikat kuat erat tubuh mereka, hingga membuat semua berubah total, 2 jam yang lalu, tubuh kering gering menjadi gemuk subur, lemas... ya lemas dengan 0 energi di dalam tubuh mereka, kepala mereka thela-thelo lemas.

Mardi, Ji’un dan rekan2nya melepaskan satu persatu tali yang melekat di tubuh sapi-sapi itu, ”bruggggggggghhhhh......” limousin tersungkur di tanah diikuti metal, brama dan puluhan sapi jawa lainnya. Biarpun tubuh mereka tlah menggelembung tambun, selang-selang itu masih tertancap di mulut, kucuran air terlus masuk deras ke lambungnya. Mata mereka mlorok pertanda kesakitan yang teramat sangat, Sagi perlahan menundukkan kepala, buliran air menetes deras dari kedua bola matanya, sesekali terdengar senggukan, tapi dia anak yang kuat, biarpun bodoh tapi dia anak pintar, anak yang tau mana yang seharunya dan tidak boleh terjadi. Tapi keberanian dan kekuatan tuk melawan belum bisa keluar dari raganya yang kecil itu, 13 tahun umurnya.

Jam sudah menunjukkan angka 1 siang pelepasan selang2 yang tertancap di mulut sapi itu harus dilepas. Keadaan yang mengenaskan, antara hidup dan mati, pasti sapi2 itu pilih mati saja saat ini, setelah 6 jam dipaksa meminum air yang berjumlah puluhan kubik. Mereka hanya bisa tidur tanpa bisa berbuat banyak. Istirahat siang, makanan dan minuman tersedia lengkap di pendapa rumah bos Darso, para pekerja termasuk Mardi dan Ji’un melahap hidangan dengan canda ria tanpa memikirkan apa yang telah mereka kerjakan adalah penyiksaan, sapi juga mahluk tuhan, ada cara yang halal tuk penyembelihan.

Ya... karena faktor uang lebih, Pak Darso melupakan hal itu, yang ada di pikirannya hanyalah untung, untung dan untung. Bayangkan dengan Rp. 45.000/Kg dengan satu sapi glonggongan mendapatkan 3-4 kuintal daging murni, belum termasuk pernak-pernik lainnya, ada tulang, ada kulit, ada kepala dan lainnya yang menempel di sapi. Setiap sapi menghasilkan keuntungan bersih 4 juta tinggal mengalikan berapa puluh sapi yang di potong, bandingkan dengan penyembelihan tanpa glonggongan satu sapi maksimal keuntungannya hanya 1,5 juta. Jauh banget.

Sapi-sapi yang telah tegulai lemas dibiarkan sampai tengah malam, sekitar 12 jam. Jarum jam menunjuk angka 11 malam, mereka harus kembali ke rumah Pak Darso untuk mulai memotong dan pengklasifikasian sesuai dengan bagian masing-masing. 4 jam berlalu 15 sapi itu selesai di proses, dikemas dan didistribusikan ke pedagang jaringan dading glonggongan, paling jauh adalah Jakarta dan Surabaya. Setiap 4 hari selama bulan ramadan sampai H-7 lebaran Pak Darso melaksanakan ”penganiayaan” terhadap minimal 10 sapi, dan disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan.

******/***********/***********

Hidup bergelimang harta, anak, dan isteri yang setia membuat Pak Darso bagaiakan hidup di surga, nikmat, nyaman, aman dan sejahtera. Suatu malam tanggal 14 Apit dalam penanggalan jawa, pikiran Pak Darso tidak tenang, seperti ada sesuatu yang mengganggu kenyamanan hidupnya, jam menunjukkan pukul 11.30 mata Darso belum terpejam, lampu dimatikan mencoba sekuat tenaga tuk memejamkan mata, akan tetapi tetap mata itu tak mau menutup malahan membelalak terbuka sampai pukul 00.20 Pak Darso mendengar kegaduhan di pendopo rumah belakang. ”ada apa itu” gumam Darso dalam hati, kaki-kaki gembul dia melangkah melewati kilauan marmer lantai rumahnya, dibuka pintu butulan belakang, seketika Pak Darso terperanjat, matanya melihat puluhan bahkan ratusan sapi yang berjoget riang gembira, kilatan lampu laser mengiringi hentakan musik, menggoyang tubuh sapi-sapi itu, aneka macam makanan dan minuman sapi tersedia melimpah ruah di pendopo yang memang sangat lapang, kaki gembul Darso menggigil mencoba sekuat tenaga lari sekencang-kencangnya, Darso tak peduli lagi dengan meja, kursi, tape deck dan perlengkapan rumah lainnya. Bruhgh... brah.... glondang.... pyarrrrr.... semua di terjang lari tunggang langgang, sorak sorai sapi-sapi itu terus mengejarnya, semakin kencang berlari semakin meriah, semakin semarak suara sapi-sapi itu.

Selama 4 jam Darso lari dan bergelinjang ketakutan, keringan mengucur membasahi baju tidur sutranya. Isteri, anak dan banyak tetangga berkumpul dirumah mewah itu mencoba menenangkan pak Darso, tapi penglihatan mata dan suara yang terdengar hanyalah kejaran dan suara sapi-sapi itu. Hingga kumandang adzan subuh pak darso masih bergelinjang berlari kesana-kemari, tak satu orangpun yang berhasil memberhentikannya. Semua terlihat mencekam ketakutan, ”sapi.... sapi.... sapi itu, pergi... pergi.. pergi.... oh..... tidak, jangan jangan injak-injak aku, ampuni aku, jangan jangan, janga................nnnnnnnnnnn...,” ”brugggggghhhhh... pyarrrrrrrrr” tubuh tambun Pak Darso rubuh menimpa keramik hias, pecah, berantakan.

Semua diam, berkumpul dirumah itu, setelah menunggu sejam akhirnya dia siuman, diminumnya air putih. Rasa ketakutan masih terlihat jelas di muka pak Darso, matanya memandang curiga setiap orang yang datang.

Sebulan telah berlalu kondisi pak Darso masih sama, yang kelihatan berbeda hanyalah tatapan kosong dan ketakutan serta bentuk tubuhnya, yang dulu gendut tambun sekarang kurus, hanya dalam satu bulan saja. Hingga suatu ketika seorang kiayi, salah satu teman Pak Darso, menjenguk, dia sudah mengetahui secara detail akar permasalahannya. Dibimbingnya pak Darso oleh kiai itu, perlahan namun pasti jiwa pak Darso mulai pulih, ”kamu harus tobat, tidak mengulangi cara itu lagi, dan satu yang pasti kamu harus minta maaf ke pada anak kecil itu” kata pak kiayi sambil menunjuk Sagi. Tetap bocah itu, duduk termenung di kursi kecil pojok ruangan itu, anak yang setia, anak yang terlupakan.

Berhikmah dari udara

”Di sebuah kelas, seorang guru bertanya kepada murid-murid di hadapannya. ”Menurutmu, benda apa di dunia ini yang paling baik bagi manusia?”

Murid-murid tampak berpikir keras. Ada yang tatapannya menyapu seisi kelas, seolah mencari sesuatu. Ada yang bisik-bisik dengan teman sebangku. Dan ada yang tetap diam. ”Air, Pak Guru!” jawab seorang anak tiba-tiba.

”Kamu benar!” ucap pak guru menyambut jawaban seorang muridnya. ”Air memang menyediakan kehidupan. Tapi, tidakkah kamu perhatikan, air cuma mengairi manusia-manusia di sekitar aliran sungainya. Manusialah yang harus menjemput air. Bukan sebaliknya!” tanggap pak guru begitu lugas. Beberapa saat, suasana kelas hening.
”Cahaya, Pak Guru!” ucap seorang murid yang lain. ”Kenapa cahaya?” tanya pak guru memancing. ”Karena cahayalah kita bisa melihat. Bayangkan jika tanpa cahaya. Dunia akan gelap!” jelas si murid begitu mantap.

”Kamu juga benar!” jawab pak guru. ”Tapi, tidakkah kamu perhatikan kalau saat istirahat manusia tak butuh cahaya. Ada saatnya cahaya bisa menemani. Ada saatnya tidak,” ungkap pak guru kian membuat suasana kelas lebih serius.
”Gimana? Ada yang ingin berpendapat?” tanya pak guru memecah keheningan kelas yang mulai agak lama. Tapi, yang ditunggu tak juga muncul. Murid-murid tampak bingung. Tiba-tiba, ada seorang murid mengacungkan jari. ”Udara, Pak Guru!” ucapnya begitu yakin.

”Ya, saya lebih setuju pendapat itu!” ucap pak guru memberikan respons positif. ”Kenapa, Pak?” tanya murid-murid hampir bersamaan.
”Menurut saya,” ucap pak guru sambil menatap murid-murid begitu serius. ”Udara memberi kebaikan dengan mendatangi manusia. Bukan sebaliknya. Tanpa memamerkan diri, ia akan bersusah payah menyelinap di lubang sekecil jarum sekali pun, demi memenuhi kebutuhan manusia. Udara pula yang selalu menemani manusia, di mana dan kapan pun,” jelas pak guru begitu meyakinkan. Murid-murid pun mengangguk setuju.

***
Dalam pentas kehidupan, selalu ada pegiat kebaikan. Mereka memberi tanpa pamrih. Mereka pun berlomba untuk bisa menjadi orang yang paling bermanfaat. Berusaha memberi dengan yang terbaik.
Namun, tidak semua yang baik adalah yang terbaik. Bercermin pada tiga makhluk Allah seperti air, cahaya, dan udara mungkin akan menambah nilai kebaikan. Bahwa, produk kebaikan harus mengejar, bukan dikejar. Dan yang menarik, ia selalu bersama dengan yang membutuhkan, walaupun orang tak menganggap keberadaannya.
Kalau saja pegiat kebaikan memahami peringkat udara, ia pasti tak akan berpuas diri hanya sebagai air atau cahaya.

Sumber: www.eramuslim.com

Sahabat...

Dima semua ada kan bahagia
Bersama menjadi sempurna
Saat berkumpul bencada ria
Hidup ini lepas susahpun tak tersisa

Termenung sendiri dipojok dunia
Yang slalu menyalahkan dirimu
Kemari bergabung bersama kami
Menghibur diri, hatikan menjadi sebenarnya

Walaupun susah disini kami bahagia
Walaupun berat bersama terasa ringan

Aku kamu dia dan mereka satu
Kan menjadi besar kuatkan tekad
Mengiringi langkah maju kedepan
Mengisi hari dengan kreasi berawal dari sini, diri sendiri....

Duduk sini bersama kami
Dendang duka jadikan ceria
Imajinasi tercipta dengan sendiri
Semangat kita nyalakan dunia.

Aku kamu dia dan mereka satu
Kan menjadi besar kuatkan tekad
Mengiringi langkah maju kedepan
Mengisi hari dengan kreasi berawal dari sini, diri sendiri....

Aku kamu dia dan mereka satu
Kan menjadi besar kuatkan tekad
Mengiringi langkah maju kedepan
Mengisi hari dengan kreasi berawal dari sini, diri sendiri....

KOmentator di Facebook

You, Danang Nur Ihsan and Thalib Black like this.

Danang Nur Ihsan: 07 September at 21:43 ·
lha emang aku slankmania...hehehe dudu slankers lo


Burhan Aris Nugraha: 07 September at 21:47
Bud, mas kur usul dik hij di tag lho. . .

Budi Arkaeno Diharjo: 07 September at 22:16 ·
danang: sek penting ojo malayngmania wae... wkkkk
siap... wah jangkauan radarmu tekan kene bur...


Agung Joowog Suprapto: 07 September at 22:22 ·
sekumpul sahabat layaknya tentara tanpa senjata, sekumpulan tanpa pemimpin komunal, karena mereka masing-masing adalah pemimpin..

Budi Arkaeno Diharjo: Tues at 00:01 ·
kumpulan sahabata kuantitas besar akan menyejahterakan satu sama lain. karena sahabat itu ladang rejeki. entah salah atau benar tergantung prespektif individu.

Rini Sarwo: Tues at 00:56 ·
enake judule.....mangan ra mangan kumpul....he10x nyambung gak sech, ada makan2 nya gak sech....( eror.com )canda loh bud.....

Lusi Ana: Tues at 03:55 ·
Speechless..tulisanmu tak brjdul aja mknanya dah mewakili smua rasa..tp krna trbngkus satu elemen kbrsamaan jd rasa yg ada mlebur jd stu kesatuan..keindahan itu yg kutangkap dri bhsa tulisanmu..seolah kau ingin merengkuh smua org dlm sbuah kbhagiaan.;-)

Budi Arkaeno Diharjo: Tues at 07:59 ·
terkadang kita memandang sinis orang lain hanya karena hal yang berlawanan. tapi sebenarnya hal itu juga ada dalam diri kita sendiri, seberapapun persenannya pasti ada.


Lusi Ana: Tues at 19:58 ·
Manusia kdg tdk menyadari,bhwa dlm dri mrka ada dua sumbu.kdg bertolak blkg,kdg tarik menarik..suatu hal yg berlawanan itu sbnrnya indah.slm qt bjksana menyikapinya.jgn qt mencercanya.

Jiwaku kembali

”hey...”
Suara itu terdengar lagi, suara yang tak asing di telingaku. Kubalikkan badan ini sejurus kemudian, kedua tangan lembutnya memeluk erat tubuhku, hangat. ”bagaimana kabarnya, 5 tahun kita tak berjumpa” getaran bibirnya membuat sekujur tubuh menggigil, atara percaya dan tidak, lidahku kelu tubuhku dingin. ”so far so good Ran, how about ure self?” balasku.

Senja itu di sebuah kota pesisir kunikmati pemandangan matahari terbenam, sepoi angin menggoyang jiwa mengantarku ke tingkat yang selama ini tak pernah ku bayangkan. Semburat jingga di atas garis horizontal pantai membuat dingin suasana, lebih dari 10 menit kami berpelukan erat, sedikitpun kata terucap. Perlahan ku lepaskan pelukku, kuberanikan diri memandang wajah cantiknya, pancaran sinar wajahnya mengalahkan langit jingga sore itu, untung kaca mata hitam ini masih menempel di kedua mataku.

”sudah lima tahun tidak ada kabar, benar-benar berpisah” lirih suaraku memulai bincangan ini. ”selama ini saya dan ibu tinggal di Padang, tak pernah sedikitpun waktu hilang tanpa sosomu yah...” Nafasku sesak, hati dan jiwaku bergetar hebat, tak berapa lama air ini mengalir pelan membasahi pipiku, kata-kata yang selama ini aku nanti, kudengar kembali, yah... Ayah.... Lembut tangannya mengusap linangan ini, ”semua sudah terlajur yah, kemana saja selama ini, semua merindukan ayah, tak terkecuali Bunda, selalu merindukan kehadiran ayah di sisinya.” mata ini hanya menerawang jauh ke arah ombak yang berkejaran, buih-buih putih berkata penuh harap, andaikan aku mampu kan kuhapus pita kelam selama lima tahun ini dari kehidupan ku, kami.

Sang mentari telah menutup diri, berdiam diperaduannya, kami masih duduk termenung sesekali saling berpadangan. Sedikit kata yang terucap, tapi hati kami telah berkata ribuan bahkan jutaan kalimat. ”selama ini aku tak tau apa yang terjadi, kerjaan memaksa aku untuk memjelajah samudra, hati ini slalu mengajakku tuk kembali pulang, berkumpul dalam hangatkan belaian kalian, bagaimana ibumu, sehat dan bahagiakah, apakah kamu sudah mendapatkan ayah yang baru?”
” Bunda masih seperti yang dulu, mengurusi butiknya, mendesain dan mengurusi aku, Bunda belum menikah, kelihatannya masih menunggu ayah kembali,” polah tingkahnya masih sama seperti yang dulu, perlahan badannya disandarkan ke pundak ini, dituntunya tanganku tuk membelai lembut rambutnya. Masih sama seperti yang dulu.

”Ayah masih bimbang Ran, masih mencari cara yang tepat tuk kembali kepelukan kalian, ada rencana kearah sana, sambil menunggu waktu yang tepat. Sekarang kamu dimana, kok tau2 sampai di sini?”
”sekarang aku kuliah di UKN, ambil jurusan Desain, pengen meneruskan usaha Bunda” ucapnya manja, ”Ayah secepatnya harus kembali ke rumah, biar nanti saja yang mengurus rujuk Ayah sama Bunda, aku pastikan Bunda masih dengan senang hati menerima Ayah, ya yah...?”

Keegoisan pikiran sampai saat ini masih mengalahkan kata hatiku, jalan pikiranku tetap menuntunku ke arah kebebasan gerak. Entah sampai kapan aku kan kembali ke tempat sebenarnya, yang pasti kusatukan tujuanku dulu.

Dekil kecil tak berdosa

Hamparan debu menaungi panasnya siang yang seakan menghujat kerasnya raungan mesin jalanan kota. Terik sinar mentari selalu bertambah panas dari jam ke jam, di sini semua saling mendahului, tak peduli dengan situasi.

Tampak pandangan kosong bocah kecil dan lusuh dari seberang jalanan, murung dan membisu seakan ingin muntahkan emas berlian. Sejenak bermimpi tapi itu sanggunp ia jalani, hanyalah sepotong gulali pemanis dari kehidupan. Semakin lama kita disni semakin membuncah pikiran, menerawang jauh diawan di padang siang gersang.

Sebuah kejadian menyebabkan kejadian lain, hampa terasa ketika kejadian itu tak cepat terproses serta dipojokkan dengan keadaan. Di sini semu terasa kosong, mlompong, tak pun harapan yang membangun semangat tuk pergi. Mungkin hanya sebatas angan hampa tanpa terproses waktu, saat ku bertanya benarkah kehidupan itu punya roda, benarkah roda kehidupan itu berjalan, dan kemana arah tujuan dari roda-roda itu mengantarkan sang majikan.

Mungkinkah Si kecil itu punya roda, melihat saja dia seakan enggan, apalagi menapaki jalanan pagi. Dia selalu dan selalu melihat hamparan debu menaungi panasnya siang, dia raja seberang jalan. Bahagiakah dengan ini semua, tidak, silaukan tipuan mata lahir, bukan padangan sekejap para pengguna jalan namun lebih pada isi dari kehidupan yang dia jalani, kehidupan dan kekurangan yang sangat menyebabkan dia berusaha membahagiakan kehidupannya sendiri dengan cara dia sendiri. Siapa yang peduli?

Segelintir dari kita ingin meluangkan waktu tuk berbagi, maklum bila penebar air mata jalanan ini menangis terharu dan tersapu kabut asap, samar. Mereka tak merasakan itu, bermain dengan mobilan bahan kelupasan aspal. Bahagia, Kudapatkan pancaran itu dari dia. Bukannya tidak ingin berbagi tapi kita belum menulis rangkuman dan mempraktekkan dari apa yang kita baca. Bacalah tanpa henti keadaan ini, terasa takkan sia-sia, semua harus mendapatkan kesempatan dari sekecil apapun lubang kesempatan itu.

Dimana arti gemah ripah loh jinawi itu sekarang?