Jumat, 11 September 2009

Satu inti

Kemarin pagi saya melihat seorang tua berjalan tertatih di tengah dinginnya pagi. Melangkah pelan di jalanan yang berbatu, sesekali dia melihat ke kiri dan kekanan kadang menengok ke belakang. Dia mengingatkanku akan masa depan yang seperti itu. Setiap langkah begitu berarti bagi dia, tak mampu menopang semua beban tubuh , tongkat kayu bengkok berwarna cokelat selalu menemani dimanapun dan kapanpun, bisa dibilang itu sudah menjadi kebutuhan primer dia saat ini.

Selang beberapa hari kusempatkan diri ini menelusuri dinginnya pagi di akhir pekan bulan Juli. Terlihat disana seorang tua yang duduk di atas kursi roda yang mengkilap, di belakangnya seorang gadis muda berpakaian serba putih perlahan mendorong kursi roda itu. Tanpa takut akan sesuatu sang tua tadi menikmati suasana pagi itu. Duduk tenang dan nyaman di antara lalu lalang orang yang berlarian di pagi itu. Pertanyaan besar yang bermain di pikiranku, kenyamanan dia tak berbanding lurus dengan ekspresi wajahna, ada apa gerangan?. Putaran rodanya mengantarkan dia sampai matahari telah bertengger 35 derajat sebelah timur. Kulihat lengan tangan ini, jarum jam ini mengarah ke angka 9 dan 11, saatnya pulang gumamku dalam hati.

Esok paginya saya mengayug pedal sepedaku mengarungi jalanan pegunungan yang menanjak, ku melihat seorang muda yang mengenakan stelan jas necis lengkap dengan aksesorisnya, menenteng tas jinjing, membuka pintu mobil keluaran terbaru, di samping rumahnya ada lagi seorang muda yang menggunakan pakanain seadanya, jeans kumal penuh dengan noda hitam di sana-sini, dan topi yang ada menempel di kepalanya itu menandakan sudah laik buang. Perlahan dan terus aku kayuh laju sepeda ini sampai di depan kerumunan banyak orang dengan masing-masing aktifitasnya. Ada yang berdiri dan berteriak teriak mencari penumpang, ada yang mengenakan rompi oranye, ada yang memegangi sayuran, ada yang menata koran, ada yang membersihkan peralatan elektronik dan masih banyak aktifitas lainnya.

Terus kuberjalan sambil mengamati keadaan, hingga kaki ini terasa lelah dan kuputuskan untuk beristirahat sejenak melepas lelah. Kusandarkan tubuh ini di sebuah kursi kecil yang terdapat di depan sebuah bangunan kantor, din din... suara klakson mobil itu meraung menandakan pak satpam harus menunaikan tugasnya.... kkkkreeetttt suara pintu terbuka dan mobil itu masuk dengan perlahan hingga tak terlihat lagi. Selang beberapa detik kemudia banyak gerombolan manusia yang mengenakan seragam coklat keputihan masuk dengan bermacam kendaraan, sikut sana, sikut sini, tendang sana, tendang sini, hanya untuk mengindari pukul tujuh. Seperti kumpulan ayam yang disebari makanan.

Perlahan ku berfikir dan memandang jauh kehijauan pepohonan yang tertata apik di lereng-lereng pegunungan yang terlihat asri, terhanyut aku akan suasana pagi ini, begitu banyaknya orang yang bergerak tak satupun yang sama.

Ada yang berperan menjadi bos, bengkel, pedagang, calo bus, pegawai pemerintahan, seorang tua yang masih aktif mempertahankan hidupnya, seorang renta yang menikmati hartanya. Dan aku sendiri berperan menjadi apa, aku tak bisa menjawabnya. Mereka semua bisa diumpamakan seperti minuman hangat yang terdapat di dalam gelas lengkap dengan tutupnya. Ada yang seperti kopi, susu, air putih, Vodka, Jahe, Teh, air putih biasa, lengkap dengan tetek bengek pengikut kenikmatannya. dan ketika satu persatu ku buka tutup gelas tersebut, terdapat kumpulan air putih yang melekat di tutup itu, ku buka lagi gelas yang berisi kopi, oh......... di tutupnya juga sama hanya air putih yang berkumpul, kubuka gelas yang berisi susu, oh...... di tutupnya juga sama hanya air putih yang berkumpul, kubuka gelas yang berisi vodaka, oh...... di tutupnya juga sama hanya air putih yang berkumpul, begitu seterusnya hingga gelas terkhir yang hanya berisi air putih netral, dan ternyata oh...... di tutupnya juga sama hanya air putih saja yang berkumpul.

Ternyata manusia itu hanya satu.....

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar sesuai dengan isi artikel.