Selasa, 21 Juli 2009

Seberapa jauh jalan pikiran kita

Bukankah setiap peran memerlukan dialog, akting dan tentu saha alur cerita apa yang akan diperankannya. Setiap ada kesempatan dan setiap orang yang hidup di dunia ini berperan dan memerankan salah satu penokohan.


Hidup di dunia ini selalu dibarengi dengan dua hal yang saling berlawanan, susah senang, introvert ekstrovert, tinggi rendah, dan seabreg keterbalikan lainnya. Asumsi seseorang mengenai satu dan lain hal tentunya sangat berbeda walaupun tidak menutup kemungkinan cara yang digunakan sama. Manusia dipandang lebih dewasa tidak berdasarkan tingkat umur, kedewasaan seseorang lebih didasarkan pada cara pandang dia terhadap setiap hal yang ada.

Pernah berbincang dengan teman mengenai arti kedewasaan, dia mengatakan bahwasannya setiap orang yang sudah berumur matang dan cakap bicara maka orang itu bisa dikatakan dewasa, dan dia menambakan pula dewasa biasanya dibarengi dengan sifat sabar, ikhlas dan berpadangan luas. Sebuah pertanda bahwa kedewasaan tidak hanya berdasar pada kuantias umur akan tetapi lebih di dasarkan pada kualitas cara pandanga dan jauh dekat pikiran seseorang dalam menyikapi sebuah masalah.

Itu tidak bisa dipaksakan kepada individu yang terkait, kedewasaan timbul dengan sendirinya bersama dengan perjalanan sang waktu. Akankah sifat itu bisa dipelajari, saya katakan bisa, karena tindakan yang dibarengi dengan dasar dan teori relatifitas akan menjadikan tindakan tersebut membawa kita ke tingkat kedewasaan yang lebih tinggi.

Tertawa, senang, menangis, sedih adalah sebuah sifat yang wajar dan manusiawi, akan tetapi ketika tindakan yang tersebut diatas dilakukan di tempat yang salah akibatnya akan fatal, dan itu bersifat privat. Kenapa saya mengatakan privat karena tindakan itu yang merasakan adalah diri sendiri, timbul karena adanya dorongan untuk melakukan, dan itu bisa menggambarkan seberapa tingkat dewasanya dia, itu baru dari segi sifat yang general. Ketika tangisannya di tempatkan pada tempat yang seharusnya, begitu juga dengan tertawanya, orang lain menilai itu adalah sebuah kewajaran. Tetapi dari hal yang kecil itu, jka penempatannya salah maka kita langsung bisa menarik kesimpulan bahawa tingkat kedewasaannya perlu di pertanyaakan, bahkan dia bisa dikatakan jalan pikirannya terlalu cetek.

Banyak kejadian disekitar kehidupan kita, mungkin kita sendiri yang mengalaminya. Ketika teman, sodara, atau diri kita sendiri yang mengalami suatu kejadian yang salah, -manusia khilaf di dunia ini wajar- seharusnya kita sebagai individu yang matang lantas tidak meninggalkannya, mencemoohnya, semakin menjadikan kesalahan itu sebagai konsumsi bincang-bincang. Efektifitas sifat diperlukan dalam permasalahan seperti ini, disamping mengukur dan belajar bersikap dewasan dan mendewasakan permasalahan, ini lebih ke cara pandanga seseorang mengenai permasalahan itu sendiri.

Ketika teman kita menghadapai sebuah permasalahan tak sepantasnya kita meninggalakannya, justru diri kita dituntut untuk membimbing mengarahkan dan memberi penerang jalan untuk keluar dari permasalahannya ini. Jangan malah di tertawakan, di hujat, di jadikan bahan perbincangan atau apapun hal lainnya. Karena kita mau untuk itu ya harus dibarengi dengan sikap iklhas dan tidak jumawa. semoga...........

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar sesuai dengan isi artikel.