Senin, 28 April 2008

Permainan di balik permainan

Setiap langkah harus mempunyai arti dan tanggung jawab, tidak serta merta harus mengalihkan arti dan tanggung jawab terhadap orang atau pihak lain.


Sekedar berbagi rasa tiga orang sahabat yang tinggal di sebuah desa di kabupaten penghasil susu Superboy alias Boyolali. Setiap pekan mereka meluangkan waktu sekedar untuk kumpul bersama setelah 6 hari tidak bertemu dikarenakan kesibukan masing-masing.

Cahaya yang paling tua diantara tiga sahabat itu merupakan pegawai swasta di sebuah pabrik swasta, dia sudah mempunyai isteri dan satu anak, Arka merupakan teman dekat Cahaya juga sudah bekerja wiraswasta sebagai pedagang mie ayam, sedangkan Icay yang paling muda di antara mereka yang masih kuliah di kota pelajar Yogyakarta. Ketiga sahabat itu tidak lupa untuk meminta izin sang waktu untuk mengadakan rapat rutinitas seputar masalah mereka semua. Arka, walaupun hanya berprofesi pedagang mie ayam tetapi kemampuan menganalisa masalah sangat dalam, tetapi kurang bijak dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Sedangkan Icay pemuda yang masih kental dengan darah mudanya, dia adalah salah satu aktifis di kampus dan dalam hal akademik dia adalah pemenangnya, Cahaya, bisa dikatakan berperan sebagai penasihat, karena selain dia yang paling tua, walaupun tidak terlampau jauh usia mereka, tetapi pemikiran dan sikap bijaksananya selalu ditunggu teman-temannya untuk memcahkam masalah yang ada, masalah mereka bertiga, masalah lingkungan, kehidupan, social, olahraga bahkan masalah negara dan banyak lagi pembicaraan mereka. Bisa dikatakan meraka hanya sebagai pengamat, penggagas dan pemecah masalah, walaupun hanya dalam diskusi internat mereka.

Suatu ketika Icay yang sangat gemar dengan olahraga khususnya sepakbola, di rumah, di kampus, di manapun dia berada tidak pernah lepas dengan yang berbau bola, baik berita-berita terkini atribut tim kesayangan bahkan sampai dengan impian dia ingin menjadi seorang pemain professional. Begitupun saat mereka kumpul pada hari sabtu sore di cakruk desa, mereka sangat asyik ngobrol tentang dunia sepakbola, Icay yang notabenya pendukung maniak klub sepakbola Macan Tutul bangga dengan timnya karena dapat menembus final liga. “kemaren lihat ndak pertandingan Macan tutul melawan Singa Waras?” Tanya Icay kepada Arka, “yah…saya nonton, tapi….” Sebelum Arka menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Icay langsung menyambar “tidak usah tapi tapian yang jelas timku menangkan, gol yang diciptakan Bakwan sangat indah, bahkan BLI menyatakan itu adalah gol terindah tahun ini.”

“walah… kamu Cay… kebiasaan buruk masih dipelihara , dengerin teman bicara selesai baru gentian kamu yang angkat bibir,” sela Cahaya, “iya kamu Cay ndak menghormati orang,” Arka menyeringai. “mengomentari pertandingan kemarin!” sambil nyedot rokok yang baru di sulut “wusss….” Asapa rokok Arka mengepul “saya paham bahwa team kamu baik, tapi lihat dulu apa, bagaimana dan siapa yang dapat membuat team kamu memenangkan pertandingan itu.”

“ya… jelas si Bakwan dong, dia yang membuat gol tunggal ke gawang Singa Waras?” dengan nada kemaki dan sajak ngece.

“bukan masalah golnya, tapi coba lihat prosesnya” jawab Arka.

“prosesnya bagaimana, hla wong itu sah dan hasil akhir juga mengesahkan gol itu?”

“Ok..ok... dalam peraturan itu sah tapi apakah kamu tidak tahu apa peyebabnya gol itu sah, pasti kamu ndak tau kan?” timpak Arka.

“jelas saya tau dong, setelah mendapat assist dari Arep, si Bakwan langsung menyundul bola dan akhirnya masuk kegawang Karto, iya to?”

Di tengah-tengah asyiknya obrolan, “ada apa to ini, kelihatanya asyik banget, nih saya buatkan kopi hangat dan blanggreng,” seloroh isteri cahaya dai balik cakruk. Memang cakruk desa tepat dipojok depan pekarangan rumah Cahaya. “terimakasih atas minumnya, ma” kata Cahaya yang dari tadi belum tampak mengeluarkan kata, “iya terimakasih hlo mbak yu, nanti kalo habis saya minta lagi ya” Icay menegaskan, “halah kamu cay..cay… kalo ada makanan aja semangatnya, tapi saya juga senang, besok buatin lagi ya Yul…?” canda Arka. Kemudian isteri cahaya yang bernama yuli masuk ke dalam rumah bersiap untuk memandikan anaknya yang masih kecil, namanya Laila.

“sampai mana tadi pembicaraan kalian?” Tanya cahaya kepada icay dan arka.

“kalo tidak salah sampai proses gol, benar ndak ka?” jawab Icay, kemudian balik bernya kepada Arka. “seratus buat Icay” canda Arka.

Sambil menyruput kopi hangat dan makan blanggreng (ketela pohon di goring) Cahay mulai angkat bicara “yang dimaksud oleh Arka itu gini hlo cay” sambil menggak kopi hangatnya “kita lihat prosesnya itu jangan semata-mata hanya ditilik dari keadaan visulanya, tetapi kita coba meraba sampai jauh kedalam, yang kebanyakan orang tidak tau, permainan apa yang terdapat di balik permain sepakbola itu?”

“wah…wah…semakin tidak tau aku ini, apa maksud kalian, apa karena aku belum gaduk kuping ya?” kata icay sambil menggaruk-garuk kepala.

“sekarang kita lihat apa yang diperbuat team kamu, bagaimana kinerja team kamu dan siapa saja yang bekerja di team kamu?” kemudian cahaya melanjutkan. “apa yang diperbuat maksudnya, tidak hanya pemain tetapi pengurus tem juga bekerja, sama berat bebannya dengan pemain, walaupun yang paling menentukan adalah pemain, pengurus misalnya, bak diplomat ulung mereka juga melobi penggede lembaga sepakbola kita untuk dapat mencapai prestasi yang maksimal.” Terlihat Icay menggu-manggut pertanda paham. “terus bagaimana, yang dimaksud arka adalah bagaimana caranya dapat mencapai prestasi maksimal, mereka yang terdapat di balik layer team berkerja mencari cara yang cepat dan mudah untuk memenangkan setiap pertandingan, mereka melobi perangkat pertandingan, seperti pengawas, wasit dan hakim garis,” terlihat Icay menikmati penjelasan Cahaya sambil minum kopi dan makan blanggreng. “kemudian siapa, di sini kita melihat siapa saja yang bermain di balik layer, biasanya mereka adalah pemilik atau penggede klub tersebut yang dengan berani memberika sejumlah sesuatu untuk perangkat pertangingan dan pengurus sepakbola negeri ini, kalian tau sendiri kan budaya sogok menyogok belum bisa hilang dari negeri ini?” “mungkin kamu sudah jelas dengan penjelasanku?” Tanya Cahaya sambil menatap Icay.

“siap bos… jelas 100 persen, saya tidak tau hal-hal semacam itu, tapi sebagai pendukung saya hanya dapat menikmati pertandingannya dan menikmati ketegangan2 yang tercipta di dalamnya. Saya tidak mau tau dengan permainan dibalik permainan, saya hanya menjalankan funsi supporter tanpa berbuat anarkis, namanya permainan kalah menang sudah biasa,” cerocos icay panjang lebar sok bijaksana.

“Hnah… yang saya maksud tadi begitu cay, prosesnya itu seperti itu, tidak murni pemainnya saja, dan tidak hanya sepakbola Indonesia saja, pun negara maju juga berbuat demikian, bahkan bisa lebih,” sambung Arka.

Tak terasa waktu sudah beranjak petang suara sang muadzin pun sudah lantang terdengar itu pertanda waktu sholat mahrib sudah tiba, maka bergegaslah ketiga bersaudara tadi pulang kerumah masing-masing dan bersiap untuk menjalankan ibadah.


0 comments:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar sesuai dengan isi artikel.