Senin, 27 Juli 2009

Benarkah cinta itu gila?

Malam ini, di kantor, sendiri menepi di pojok ruangan, setelah berfikir lama akan menulis tentang sesuatu, akhirnya aku ingat akan satu kisah hidupku, sebuah kisah nyata. Dimana aku selalu merasa bangga dan takut untuk menjalaninya (lagi) adakalanya merasa hangat di saat2 seperti itu, dan ada perasaan takut jika tak mampu mengendalikan diri.


Netral, Cinta Gila, meraung di kedua gendang telingaku, aku sengaja memutar habis volume winampku, hentakan bas dan deringan treble, dan suara vokalis, Bagus, yang tinggi membuat pikiranku menjadi tinggi juga. Terus kedengarkan hingga habis tak tersisa sedetikpun itu lagu. Ku putar ulang lagu tersebut, ku hayati dan secara perlahan masuk ke dalam pikiran terdalamku.

Lirik lengkap Cinta Gila by NETRAL Band

melesat menuju langit tujuh
secepat kilat menembus angkasa

jauh kutinggalkan planet bumi
terbang melayang melanglang buana

racun cinta membius hamba
panas dingin demam asmara

[reff]

cinta memang gila tak kenal permisi
bila disengatnya say no to kompromi

ku tak kuasa ku tak berdaya
si kerbau bego dicucuk hidungnya


Kisah kelam yang menghangatkan pada suatu musim kemarau di bulan Juli itu selalu teringiang dan "menghantui" pikiran dan jiwaku, ternyata masih ada orang seperti itu. Kisah ini tanpa sengaja sampai jauh menyeberang samudra, kisah yang seharusnya tidak menyeberang ke lain benua. Hingga pada suatu ketika mungkin terlalu asyik mengembangkan angan yang tanpa harapan, hingga kisah ini telah menyeberang. Kita tak sengaja menyeberangkan kisah ini, dan aku memahami manusia pastinya mempunyai khilaf dan mungkin khilaf itu yang mengajak kami tuk menyebrang ke benua lain.

Hangat, buliran peluh mengalir deras selama perjalanan singkat ini, tak membutuhkan waktu lama untuk mengukir sejuta kisah, mengukir kisah yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Bukan aku merasa benci dengan kisa ini, tetapi lebih ke artian menyayangkan. Lirik lagu di atas bukan untukku tapi untuk dia, perasaannya tak bisa dikompromikan lewat kata-kata, terbang jauh ke awan meninggalkan bumi. Melesat cepat melebihi kecepatan cahaya, tanpa media perantara dan isolator.

Perasaanku berperang dengan batinku, perasaanku (syetan) mengatakan "teruslah maju demi kepuasan batinmu" di lain pihak batinku berteriak keras seperti suara sangkala "jangan dengarkan kata perasaanmu, itu adalah setan, pokoknya jangan kamu teruskan, sudah berhenti sampai di sini, titik" monolog diriku terus terjadi hingga akhirnya aku mengaku pasrah, apapun yang terjadi terjadilah. Sungguh sebuah jalan licin yang aku lalui tanpa menggunakan alas kaki yang bergerigi, kucoba terus perlahan dan berhati-hati dalam melangkah, akan tetapi sejauh aku melangkah yang terlihat hanyalah jalan becek dan liat. Pada satu titik dimana kesadaranku hilang kaki ini tak tahan untuk memplesetkan diri, waduwh........... akhirnya aku terpeleset juga.

Setiap hari komunikasi itu terjalin, perasaan senang, perasaan bangga, dan perasaan sombong bercampur menjadi satu, bagaikan jus aneka buah, tak karuan rasanya. Cinta memang Gila, untuk kisahku ini memang seperti itu. Cintanya kepadaku tak tehalang dimensi ruang waktu dan keadaanku, pokoknya. Yah... mau dibagaimanakan lagi, cinta itu hak, dan dia juga berhak tuk meluapkan rasa cintanya kepadaku, apapun yang ada di diriku dia tetap keukeuh untuk perasaannya itu. Sadar dan tau akan kesalahannya itu, tapi apapun yang terjadi dia tetap melenggang pergi tanpa permisi dengan nurani.

Sebuah puncak pertemuan tejadi pada pertengahan Juli, dimana kami "dipertemukan" untuk yang ke-2 kali, sebuah kesempatan untuk melontarkan sejuta bahkan lebih kata-kata yang tersimpan di dalam hatiku. Dimana sebelumnya aku telah tersadar akan keterplesetanku. Aku mulai mengerti akan ke khilafanku, dan akan aku perbaiki, akan tetapi aku juga tak mau menyakiti dia. Aku berusaha menjadi seorang lelaki yang tidak pengecut, menjadi seorang pria, seoarang ksatria.

Walaupun itu menyakitkan tapi aku berusaha jujur dengan keluarga dan teman. Ada yang menyarankan langkah A, langkah B, dan langkah C, tetapi aku mempunya rangkuman dari semua saran2 tersebut. Kucoba perlahan bicara, mengikuti iramanya, menganut faham dari cara yang baik akan menghasilkan yang baik pula. Itu aku anut selama bersamanya, perlahan kita bicara tentang kita, tentang bagaimana kita, dan tentang semua yang telah terjadi, apapun aku, dia mau dan dia akan melangkah jauh untuk itu.

Kucegah semuanya sebelum terlanjur, aku jelaskan siapa saya, siapa dia, jalan kehidupanku, jalan kehidupannya, dan itu akan menjadikan kebaikan buat semuanya, aku, dia, keluargaku, dan teman-teman kita. Tetesan air matanya membuatku menyesal, membuatku kalut dalam pikiran terdalam ini, kenapa... kenapa kau menangis, telah sadarkah, menyesalkah atau memang dia menangis karena kita tak mungkin untuk bersatu? hanya jawaban tangisan yang aku dengar.

Akhir kisah ini mungkin menjadikan sembilu di hatinya mungkin juga hatiku, aku telah berjanji untuk menemani sampai dia menemukan jati diri dan pasangan sehidup sematinya. Tapi itu hanya sekedar janji, janji janji yang tak bisa aku tepati, janjiku bukan janji suci, melainkan janji yang menenangkan hati. Aku sudah mengatakan semuanya terhadap dia, semua telah dia ketahui siapa aku dan siapa dia, tak pantas kita tuk bersama, selain itu karena status kita. Lajang dan sebaliknya.

Satu hal yang membuat aku merasa senang dengan kejadian ini, minimal aku telah sedikit membuka mata hatinya tentang kehidupan ini, yang mungkin selama ini dia tidak tau atau tidak mau tau tentang kehidupannya. Kedewasaannya hanya diperuntukkan dunia luar, kedewasaanya tidak dipergunakan untuk pribadinya. Semoga semua bisa berjalan dengan lancar, setia menemani sampai janji itu terpenuhi walaupun tanpa merubah elemennya, yang berubah hanyalah bentuk dari elemen itu.

Cinta Gila, ini sungguh terjadi di musim kemarau bulan Juli...
sebuah pelajaran hidup yang sangat berarti
pegangan tali ini masih terlalu kuat tuk tergoyah
menghabiskan kepuasanku hanya untuk pengalaman ini

dimana yang terjadi selalu ada awal
kisah dimana harus berakhir dengan tangisan
penyelasan itu belum terlambat
ini jalan terbaik yang harus ditempuh
buat diriku, dirimu dan lingkungan kita

kisah pertama dan terakhir dalam lembaran baruku
lembaran hitam terselip diantara jutaan lembaran putihku
tak bisa dibuang, tak bisa diubah
biarlah lembaran itu mengisi dan menghiasi kehidupanku
semua telah terlanjur dan aku telah menyadarinya

guru ini tlah menunjukkan jalan dimana aku harus melawatinya....

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar sesuai dengan isi artikel.