Selasa, 28 Juli 2009

Hakikat pertarungan hidup

Seekor kura-kura tampak tenang ketika merayap di antara kerumunan penghuni hutan lainnya. Pelan tapi pasti, ia menggerakkan keempat tapak kakinya, yang melangkah sangat lamban, ”Plak...plak...plak...!


Tingkah kura-kura itu pun mengundang reaksi hewan lain. Ada yang mencibir, tertawa, dan mengejek. ”Hei, kura-kura! Kamu jalan apa tidur!” ucap kelinci yang terlebih dulu berkomentar miring. Spontan, yang lain pun tertawa riuh.

”Hei, kura-kura!” suara tupai ikut berkomentar. ”Kalau jalan jangan bawa-bawa rumah. Berat tahu!” Sontak, hampir tak satu pun hewan yang tak terbahak. ”Ha..ha..ha..ha! Dasar kura-kura lamban!” komentar hewan-hewan lain kian marak.

Namun, yang diejek tetap saja tenang. Kaki-kakinya terus melangkah mantap. Sesekali, kura-kura menoleh ke kiri dan kanan menyambangi wajah rekan-rekannya sesama penghuni hutan. Ia pun tersenyum. ”Apa kabar rekan-rekan?” ucap si kura-kura ramah.

”Teman, tidakkah sebaiknya kau simpan rumahmu selagi kamu jalan. Kamu jadi begitu lambat,” ucap kancil lebih sopan. Ucapan kancil itulah yang akhirnya menghentikan langkah kura-kura. Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu.

”Tak mungkin aku melepas rumahku,” suara kura-kura begitu tenang. ”Inilah jati diriku. Melepas rumah, berarti melepas jati diri. Inilah aku. Aku akan tetap bangga sebagai kura-kura, di mana pun dan kapan pun!” jelas si kura-kura begitu percaya diri.

***
Menangkap makna hidup sebagai sebuah pertarungan, memberikan sebuah kesimpulan bahwa merasa tanpa musuh pun sebenarnya seorang manusia sedang bertarung. Karena musuh dalam hidup bisa berbentuk apa pun, godaan nafsu, bisikan setan, dan berbagai stigma negatif. Inilah pertarungan yang merongrong keaslian jati diri sebagai muslim, aktivis, dan dai.

Pertarungan tanpa kekerasan ini bisa berakibat fatal dibanding terbunuh sekali pun. Karena orang-orang yang kalah dalam pertarungan jati diri bisa lebih dulu mati sebelum benar-benar mati. Ia menjadi mayat-mayat yang berjalan.

Bagian terhebat dari pertarungan jati diri ini adalah orang tidak merasa kalah ketika sebenarnya ia sudah mati: mati keberanian, mati kepekaan, mati spiritual, mati kebijaksanaan, dan mati identitas.

Oleh karena itu, tidak heran jika kura-kura begitu gigih mempertahankan rumah yang membebaninya sepanjang hidup. Walaupun karena itu, ia tampak lamban. Walaupun ia diserang ejekan. Kura-kura punya satu prinsip yang terus ia perjuangkan: inilah aku! Isyhaduu biannaa muslimiin.

Sumber: www.eramuslim.com

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar sesuai dengan isi artikel.