Kamis, 18 Desember 2008

Daur ulang makanan kedaluwarsa

Ratusan bungkus plastik besar yang berisi makanan ringan tampak menggunung di bagian belakang Mapolsek Banjarsari, Jl Kartini, Solo, Minggu (30/11). Sekilas, tidak ada yang aneh dengan makanan-makanan yang ditumpuk tersebut.

Terbungkus rapi oleh plastik sehingga terlihat cukup bersih dan menarik karena warnanya cukup mencolok.
Namun, setelah mendengar keterangan dari pemilik makanan kecil itu, Ragil Sutini, 33, warga Minapadi, Nusukan, Banjarsari, baru ketahuan bahwa makanan-makanan tersebut merupakan produk daur ulang. Makanan itu dibeli oleh Ragil yang telah berstatus tersangka, dari sejumlah pabrik makanan ringan di Solo dan sekitarnya.
Makanan ringan itu biasanya sudah melempem dan diproses ulang dengan menggunakan oven untuk dijual kembali dengan kemasan baru tanpa merk.
Berdasarkan penuturan tersangka, dirinya mendaur ulang makanan sisa pabrik itu dengan oven. Caranya, makanan sisa ditaruh di nampan, lalu dimasukkan ke oven. Setelah satu jam, makanan yang tadinya melempem terlihat segar kembali dan siap dimasukkan ke plastik untuk dijual.
Ragil mengungkapkan, tidak hanya makanan ringan, produk sisa yang didaur ulang adalah roti, bahkan yang sudah ada jamurnya sekalipun.

Di antaran produk yang disita polisi kemarin, ada kurma dalam bungkus plastik yang terlihat sudah membusuk. ”Ini tidak laku dan rencananya saya jual untuk pakan ternak,” kilah Ragil.
Yang cukup mengagetkan, bungkus makanan daur ulang tersebut sebagian menggunakan bekas bungkus kapas. ”Itu saya gunakan karena plastiknya habis dan saya menggunakan karena masih bersih,” ujar Ragil.
Tersangka mengaku telah menekuni usaha tersebut sejak 13 tahun silam. Sekian lama beroperasi, usaha tersebut tidak diketahui masyarakat. Warga hanya mengetahui tersangka adalah distributor makanan kecil.
Sebelum digerebek polisi, Jumat lalu, Ragil sebenarnya baru membeli makanan ringan dari pabrik yang jumlahnya mencapai ratusan bungkus dengan nilai Rp 7 juta. Namun, belum sempat makanan ringan itu diolah, polisi keburu menggerebek.
Ragil mengaku, keuntungan yang diperolehnya tidak banyak. Dia mengatakan hanya mendapatkan untung sekitar Rp 150 untuk tiap bungkus kecil makanan daur ulang. Dia juga mengaku pendapatan bersihnya tiap hari tidak lebih dari Rp 50.000.
Namun, dari banyaknya barang yang disita diyakini jika omzet per bulannya mencapai jutaan rupiah.
Dengan dibantu dua orang pegawai, Ragil menjalankan usaha ini. Namun, kadang karena banyaknya pesanan, pembeli makanan daur ulang yang datang akhirnya membungkus sendiri makanan tersebut.
”Kalau pas tidak ada stok, mereka yang membungkus sendiri,” kata dia.
Dia berkukuh apa yang dilakukannya sudah diketahui masyarakat. Sebab, harga makanan produksinya jauh lebih murah dari makanan produksi pabrik. Dia juga berkeras makanan yang dijualnya tidak ada yang kedaluwarsa. ”Tidak ada yang kedaluwarsa, hanya makanan sisa,” tandasnya

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar sesuai dengan isi artikel.